Ketika Nurani Bersiul

Ketika Nurani Bersiul

Oleh: Riri Airy 



Rembulan tersamar demi terbitnya hari baru yang dinantikan setiap insane. Mentari merekah bersama rona alam yang menawan. Berkas sinarnya melebur bersama bilur bening embun. Menyiratkan gradasi alam dalam perpaduan yang sempurna. Namun ternyata aroma sedap udara pagi lebih jelas dirasa oleh gadis mungil itu. Namanya Nurani Cahaya. Usianya hampir genap lima tahun semenjak dia terlahir sebagai karunia terindah dan penyempurna ibadah keluarga Sabaruddin. Gadis cantik dengan kulit putih, begitu orang tuanya kerap menjelaskan pada Nurani, mulai terusik di balik selimut pink dengan gambar hello kitty yang dipilihkan ibunya. Nampaknya hawa pagi telah membelai lembut tubuhnya dan membangunkan Nurani dari buaian mimpi indahnya yang begitu berwarna.

Nurani beranjak dari tempat tidurnya, merapikan selimut yang setia melindungi tubuh mungilnya dari terpaan dingin angin malam. Ia melipat dengan rapi selimut kesayangan pemberian ibunya ketika dia berhasil menaklukkan nama-nama binatang untuk dihafal. Setelah berhasil melipatnya dan menempatkan selimut pink kesayangannya di ujung tempat tidur, Nurani kembali meraba selimutnya, merasakan tekstur lembut bulu selimutnya dan memastikan hiasan hello kitty berada di bagian atas agar bisa bernafas dalih Nurani suatu ketika saat ibunya menanyakan keganjilan itu padanya. Setelah merapikan tempat tidurnya, gadis cilik berambut ikal itu kemudian berjalan mendekat ke jendela. Tangan mungilnya menarik gorden ke pinggir sehingga dengan mudah ia menemukan selot jendela. Jari-jari lentik itu membuka selot dan dengan perlahan mendorong daun jendela. Semua itu rutin dilakukan Nurani seperti ritual yang tak boleh terlewatkan setiap paginya. Senyum pun tergambar jelas pada lesung pipinya merekah ketika kehangatan mentari membelai lembut tubuhnya.

Setelah dirasa puas menikmati harumnya udara pagi, dengan langkah gontai Nurani berjalan menuju kamar mandi yang berada di sudut kanan kamarnya. Berada satu sisi dengan posisi ia berdiri saat ini. Tinggal berjalan beberapa langkah saja, ia akan segera menjejakkan kaki kecilnya di keset berbentuk kucing gepeng, begitu Nurani menyebutnya yang sengaja diletakkan ibunya di depan pintu kamar mandi. Perlahan ia masuk ke dalam kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Setelah berhasil meraih sikat gigi dengan ujung kepala singa dan mengoleskan pasta gigi pada serabut-serabut sikat tanpa beleber, Nurani segera meringis, dan menyikati satu-persatu giginya yang rapi dan putih. Sejurus kemudian dia membasuh mukanya, merasakan setiap detail wajahnya yang halus, hidung yang mancung, dan bibir yang tipis dengan tahi lalat kecil di ujung kanan atas bibirnya. Benjolan kecil itu sempat menjadi perdebatan panjang antara Nurani dan ibunya ketika ia protes mengapa disebut tahi lalat karena ia tak pernah sekalipun berurusan dengan lalat. Apalagi sampai membiarkan lalat meninggalkan kotoran di bibirnya. Sampai sekarang Nurani tidak pernah menyetujui benda kecil di ujung bibirnya disebut dengan tahi lalat. Ia lebih suka menyebutnya pil bibir karena menurutnya itu lebih mirip pil yang sering ia minum saat perutnya sakit. Setiap kali mengelus pil bibirnya, Nurani selalu tersenyum dan berucap syukur dalam hatinya sebagaimana yang diajarkan kedua orang tuanya.

“Kini saatnya menyapa ibu dan membantu kesibukannya di dapur. Hari Minggu begini ibu pasti menyiapkan makanan untuk ayah dan kakak seusai mereka berkebun di halaman depan.” geming Nurani sambil menyisir rambutnya yang hitam lurus hampir sepinggang. Ia membiarkan rambutnya tergerai sebab hingga saat ini, menurut ibunya, ia belum berhasil menguncir rambutnya dengan rapi.

Nurani pun bersiul seraya berjalan dengan langkah pasti meninggalkan kamarnya, melewati ruang tengah menuju ke dapur. Tidak butuh waktu yang lama untuk mendengar sambutan ramah ibunya yang selalu menenangkan hati Nurani, “Pagi sayang...,bagaimana tidurmu semalam?” sapaan ibunya seketika membuat Nurani berhenti bersiul. “Selalu membuatku lebih semangat menjalani hari baruku Ibu” tak luput ia sunggingkan senyuman khasnya yang selalu dirindukan keluarga bahagia itu.

“Apa yang bisa Aku bantu Ibu?” nada riang penuh semangat Nurani membuat ibunya tak sanggup menolak.

“Hmm, sebenarnya ibu sedang membutuhkan minyak goreng, tadi Ibu menyuruh kakakmu, tapi tangannya sedang berlumur tanah. Ibu sedang tanggung untuk meninggalkan adonan ini.”

“Kalau begitu Aku saja yang membelikannya ya Bu?”

“Jika Adik tidak keberatan, dengan senang hati,” ibunya merogoh kantong dan mengambil uang sepuluh ribuan. “Ini uangnya sepuluh ribu, belikan minyak setengah kilo harganya tujuh ribu, nanti kembalinya tiga ribu ya?” jelas ibunya dengan detail.

“Siap Ibu! Laksanakan!” lesung pipi Nurani kembali terlihat. Nurani segera membalikkan tubuh melangkah penuh ceria dengan siulan merdunya. Setelah melewati ruang tengah, menuju ruang tamu, jari-jari lentiknya berhasil meraih gagang pintu. Setelah menutup perlahan pintu rumah, tepat satu langkah di depannya, Nurani mengenakan sandalnya. Kembali bersiul dengan nada penuh semangat, Nurani mengayunkan langkahnya. Sesekali ia menghirup udara segar pagi hari dan aroma dedaunan yang basah oleh embun. Tangannya asyik menyambangi kuncup-kuncup kenikir di sepanjang halaman yang mengantarkannya ke jalanan. Tanpa ia sadari ayah dan kakaknya tersenyum melihat ulah Nurani, hingga suara kakaknya kembali menghentikan siulannya. “Mau kemana Dik, kok keliatannya senang sekali?”

“Seperti biasa..” senyum manis memenggal sejenak jawaban gadis lucu itu, “membeli sesuatu di warung Mak Ijah”. Warung Mak Ijah adalah langganan keluarga Nurani yang letaknya ada di ujung jalan sekitar 400 m dari rumahnya. “Kalau begitu hati-hati” celetuk kakaknya yang masih menatap lekat tubuh adikknya seolah mengungkapan kecemasannya melepaskan adiknya pergi sendiri ke warung. “Sudahlah Rico…,” sergah ayahnya sedikit berbisik, “ berikan kepercayaan pada adikmu, pelan-pelan kita ajarkan Nurani untuk mandiri, dia gadis yang tangguh, dia pasti bisa.” Ayah seolah melihat kecemasan Rico yang sangat menyayangi adiknya tersebut.

“Pasti Kak!” jawab Nurani melambaikan tangan sambil terus melangkah ke depan meninggalkan ayah dan kakaknya tanpa menengok lagi.

Pergi ke warung sendiri tanpa ibu atau kakaknya sudah dilakukan Nurani sejak seminggu yang lalu, dan ini adalah ke tiga kalinya Nurani melakukan itu. Siulan khas Nurani menggaung di sepanjang jalan. Setelah berjalan sekitar 200 m, langkahnya terhenti sejenak, tangan mungilnya memegang tiang listrik di sudut jalan, Nurani mengingat kenangan manis saat pertama kali ia menyentuh tiang itu bersama ibunya, sebelum akhirnya dia berbelok untuk menemukan warung Mak Ijah. Tinggal berjalan lurus dan Nurani akan sampai di tempat yang ia tuju. Kakinya begitu lincah melewati beberapa polisi tidur yang sedikit menghambat perjalanannya, tapi tak menghentikan siulannya.

Sesaat setelah ia meraih rak etalase di warung Mak Ijah, barulah ia berhenti bersiul dan mengulang persis seperti apa yang dikatakan ibunya tadi. Setelah mendapatkan minyak dan uang kembalian tiga ribu, Nurani kembali berjalan menuju rumahnya. Masih dengan lantunan siulan merdunya Nurani pamit pada Mak Ijah. “Iya..hati-hati ya Nur” balas Mak Ijah. “Pasti Emak..!” jawab Nurani dengan riang dan tetap sopan.

Ia pun kembali melangkah meninggalkan warung Mak Ijah. Sekali lagi sekitar 200 m dari warung Mak Ijah, sebelum berbelok ke jalan menuju rumahnya, Nurani kembali terhenti, kali ini tangannya menggapai pohon palm di sudut jalan, di situ tertera goresan huruf N yang ia pahat bersama kakaknya. Kemudian ia pun berbelok dan melanjutkan siulnya. Sampailah ia di depan sebuah kotak surat, langkahnya kembali terhenti dan dengan lembut ia mengelus tekstur kotak surat berbentuk burung hantu itu. Kotak surat itu ia pilih tiga bulan lalu saat ia diajak ayahnya ke kebun binatang, mendengarkan berbagai macam suara burung, yang akhirnya menginspirasi dirinya untuk selalu bersiul hingga sekarang.

Nurani melanjutkan langkahnya, menyapa sekilas ayah dan kakaknya, dan segera menuju dapur. Setengah berteriak bahagia, Nurani memanggil ibunya, memberikan minyak beserta uang kembalian itu. Ibunya memeluk bangga tubuh kecil Nurani kemudian mengecup keningnya. “Terima kasih Sayang…, Nurani Ibu memang hebat dan membanggakan”

“Iya dong Bu, anak siapa dulu…, meski Aku nggak pernah bisa melihat dunia dan senyum kalian, Aku akan selalu membuat ibu, ayah, dan kak Rico tersenyum bangga padaku” celoteh polos seorang gadis kecil yang selalu penuh syukur dengan segala keterbatasan dirinya.

Nurani tak pernah mengeluh meskipun kedua matanya tak pernah menangkap cahaya. Hitam dan kelam adalah penglihatannya. Namun, ia bahagia memiliki siulan yang mampu menuntunnya, menunjukkan ia jalan, lebih dari sekadar tongkat. Ketika Nurani bersiul, itulah keindahan dunia baginya, dunia bernada yang membuat hidupnya berwarna.




Bunda, Jangan Renggut Hak ku Bermain
Sebuah Artikel : Kado istimewa bagi Ibu


Apa yang terlintas dalam benak Anda ketika anak Anda berkata,
“Bunda, izinkan aku bermain sesuka hatiku, sebentar saja...”
Pernahkah terpikir oleh Anda bahwa bermain adalah hak anak yang mendapat perlindungan resmi oleh undang-undang? Di dalam  Konvensi  Hak- Hak Anak pasal 31 (1990) disebutkan “Hak anak untuk beristirahat dan bersantai, bermain  dan turut serta dalam kegiatan-kegiatan rekreasi yang sesuai dengan usia anak dan untuk turut serta secara bebas dalam kehidupan budaya dan seni.” Mengapa bermain itu penting bagi anak-anak? Sudahkah Anda memberikan haknya dengan cara yang terbaik?  Bermain adalah tugas perkembangan seorang anak. Melalui bermain, anak akan tumbuh dan berkembang. Artikel ini akan menjawab pertanyaan Anda dengan membahas manfaat bermain bagi anak, tahapan bermain sesuai dengan usia, dan bagaimana peran orang tua terhadap tugas perkembangan anak.
Anda mungkin berpikir bahwa mengikuti trend yang beredar adalah pilihan yang terbaik bagi anak. Misalkan proses pembelajaran yang dipercepat (acceleration learning), pengoptimalan fungsi otak kanan dan kiri, bahkan otak tengah, serta mengajar anak sedini mungkin untuk membaca dan berhitung. Akan tetapi, Anda melupakan bahwa perkembangan anak sebaiknya tidak dipicu dengan berbagai beban pembelajaran yang belum perlu dan tidak sepadan dengan tahap perkembangannya. (Tedjasaputra, 2001). Setuju atau tidak  Anda dengan pernyataan tersebut, satu hal yang pasti bahwa masa anak-anak adalah masa bermain. Seorang anak dapat dikatakan bermain ketika kegiatan yang dilakukannya memiliki karakteristik adanya motivasi intrinsik, emosi positif berupa kesenangan, fleksibilitas memilih permainan apapun yang diinginkan, menikmati proses, dan nonliterality. Ciri yang paling penting dalam bermain adalah nonliterality yaitu tidak terikat pada suatu ketentuan baku dan terkadang tidak sesuai dengan realita yang ada. Anak dalam bermain cenderung mengabaikan realita sesungguhnya dan menciptakan simbol tertentu,
Setiap anak yang melakukan kegiatan bermain melibatkan diri sepenuhnya baik secara fisik maupun psikologis. Hal tersebut menunjukkan bahwa bermain memilki manfaat yang menunjang perkembangan anak. Tedjasaputra (2001) dalam bukunya menyebutkan bahwa bermain memiliki manfaat yang terbagi dalam 5 aspek yaitu perkembangan fisik-motorik, sosial, kepribadian atau emosi, kognisi, serta bahasa. Perkembangan fisik-motorik terbentuk karena adanya keterlibatan fisik anak ketika bermain seperti gerak otot tubuh, penyaluran energi, mempertajam kepekaan panca indra, serta melatih motorik kasar dan halus yang dikendalikan oleh otak. Manfaat dari aspek sosial diperoleh dengan adanya interaksi dengan lawan bermain. Interksi tersebut terwujud dalam komunikasi, belajar peran sosial, belajar bekerja sama dengan teman, pembelajaran mengenai perbedaan gender. Bahkan anak juga akan belajar mengatasi masalah, aturan-aturan, dan moral. Sementara manfaat kepribadian atau emosi, anak belajar bagaimana berekspresi, menemukan konsep dirinya, belajar sportivitas, dan melatih anak tanggap terhadap lingkungan sekitar. Selanjutnya, aspek kognisi yang terbentuk melalui bermain adalah berkembangnya daya nalar, daya ingat, dan bagi anak, bermain adalah sumber belajar sekaligus wadah untuk mengeksplorasi lingkungannya. Terakhir, manfaat bahasa yaitu menambah kosa kata, mengetahui penggunaan kata secara tepat, dan belajar perbendaharaan bahasa asing. Sedemikian pentingnya bermain bagi perkembangan dasar anak sebaiknya menjadikan motivasi bagi Anda untuk memberikan hak anak Anda.
Pemberian hak anak tentunya juga harus sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Mildred Parten membagi tahap bermain anak sesuai dengan tahap perkembangan anak ke dalam 6 tahap : unoccupied play, solitaray play, onlooker play, parallel play, assosiative play, dan cooperative play.  Pertama, unoccupied play (sebelum usia3 bulan-4bulan) anak mengamati kejadian atau benda yang menarik perhatian di sekitar anak. Sementara Piaget (1962) menyebut tahapan ini sebagai tahap sensory motor play dimana anak hanya terfokus memainkan anggota tubuhnya seperti mengisap jempol. Kedua, solitary play (7-11 bulan) anak sibuk bermain sendiri, tidak mempedulikan kehadiran anak-anak lain, tidak ada interaksi, dan bersifat egosentris. Ketiga, onlooker play (2 tahun) anak mulai mengamati kegiatan bermain yang dilakukan anak-anak lain. Setelah mengamati, anak kemudian memulai variasi baru dalam bermain. Keempat adalah tahap parallel play yaitu ketika anak-anak terlihat bermain bersama dengan jenis permainan yang sama atau melakukan gerakan yang sama, tetapi tidak ada interaksi di antara mereka. Kelima, assosiative play ditandai dengan adanya interaksi antar anak-anak yang bermain, tetapi tidak terlibat dalam kerja sama. Misalkan pada sekelompok anak yang sedang menggambar, mereka saling bertukar krayon dan mengomentari, tetapi tidak melakukan kerja sama. Keenam, cooperative play atau bermain bersama yang ditandai adanya kerja sama dan pembagian tugas serta peran antara anak yang terlibat untuk mencapai tujuan tertentu. Tahapan keempat hingga enam, anak berada pada rentang usia 2-7 tahun.
Terkait dengan usia, menurut Piaget, anak pada usia 2-7 tahun berada dalam tahap bermain simbolik atau make belive play ditandai dengan kegiatan bermain pura-pura dan bermain khayal oleh anak. Itulah sebabnya, pada usia 3-6 tahun, wajar bagi anak memiliki teman khayalan. Biasanya lebih banyak dialami oleh anak perempuan dengan teman khayalan yang jenis kelaminnya sama. Sementara anak laki-laki biasanya memiliki teman imajiner dalam bentuk binatang. Sejalan dengan perbedaan gender antara anak laki-laki dan perempuan, lingkungan secara alami akan membedakan jenis dan alat permainan antara keduanya. Namun demikian, perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam bermain baru tampak pada usia 4-5 tahun. Jadi, sebenarnya penting untuk Anda ketahui sebelum anak memasuki usia 4-5 tahun, Anda sebaiknya memberikan semua jenis dan alat permainan kepada anak tanpa membedakannya berdasarkan jenis kelamin. Akan lebih baik jika anak hingga usia prasekolah mengetahui seluruh jenis permainan dan bisa memainkan berbagai jenis permainan. Tidak ada salahnya anak laki-laki menggendong boneka dan anak perempuan mendorong mobil-mobilan selama usia mereka di bawah 4-5 tahun. Gardner menyebutkan sebaiknya anak diperkenalkan pada semua stimulasi inteligensi daripada hanya difokuskan pada minat tertentu saja. Bukankah tidak menutup kemungkinan anak perempuan Anda nantinya menjadi arsitek dan anak laki-laki Anda pasti akan menjadi seorang ayah di kemudian hari.
Berdasarkan pemaparan di atas, sangat terlihat bahwa orang tua, khususnya Ibu, memainkan peran yang penting dalam kegiatan bermain anak. Belive system ibu tentang bermain memiliki pengaruh yang besar bagi kegiatan bermain anaknya. Anggapan seorang ibu bahwa menitipkan anak di PAUD sudah memberikan yang terbaik untuk anaknya, sehingga tidak perlu memberikan kesempatan bermain lagi bagi anak di rumah. Padahal beberapa PAUD sudah mengajarkan anak-anak belajar sejak dini. Anak di usia 2-4 tahun sudah diberikan tugas dan PR. Bahkan ada ibu yang mengeluh ketika anaknya di PAUD main terus, dan mempertanyakan kapan waktu belajarnya. Padahal, tugas utama anak adalah bermain. Selama bermain anak akan belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. Tugas orang tua adalah memfasilitasi secara tepat agar anak berkembang dengan optimal. Pilihan Anda menitipkan anak Anda di PAUD, perlu mempertimbangkan banyak hal. Sudah efektifkah program bermain yang digunakan, tepat tidak dengan usia anak Anda atau justru menjadi beban bagi anak karena dipaksakan perkembangannya.
Bagaimanapun juga, pembelajaran dari orang tua adalah yang terbaik bagi anak. Keluarga adalah agen pertama pembentuk perilaku anak. Melalui kegiatan bermain ini, diharapkan orang tua melakukan keterlibatan secara tepat. Keterlibatan orang tua dalam bermain anak idealnya mencakup tiga hal yaitu sensitif, responsif, dan supportif. Orang tua sebaiknya peka ketika anak mulai bosan dengan mainannya. Kemudian tanggap dengan memberikan respon yang tepat. Ketika anak menemukan kesulitan, berikanlah dukungan agar anak berhasil memcahkan masalahnya. Akan tetapi, perlu diingat keterlibatan yang terlalu jauh seperti mengontrol secara penuh, menginterupsi permainan anak untuk kepentingan akademik, mengatur, dan menguasai permainan anak justru tidak baik. Keterlibatan orang tua yang efektif adalah dengan cara mengawasi kegiatan anak, mempersiapkan setting tempat anak bermain, bergabung menjadi pasangan main anak, dan memberikan pengalaman baru bagi anak, tanpa membatasi kreativitas anak dengan memberikan atuan-aturan baku.
Banyak manfaat yang akan Anda peroleh jika menyempatkan sedikit saja waktu Anda untuk bermain bersama anak. Anda akan membangun kelekatan bersamanya, memaksimalkan perkembangan intelektualnya, dan mengajarkan nilai-nilai sosial kepadanya. Ajarkanlah seluruh hal-hal baik sebagai bekal anak bersosialisasi dengan lingkungannya selama Anda bermain dengannya. Ibu adalah sumber kata-kata bijak bagi anak-anaknya. Anak akan tumbuh dan berkembang dengan kemampuan sosialisasi yang baik karena Anda memberikan pengajaran yang terbaik bagi buah hati Anda melalui bermain. Oleh karena itu Bunda, jangan renggut hak anak Anda untuk bermain…


Depok, 24 November 2011
Dari berbagai sumber

Kategori

Kategori